Garis Waktu Peperangan
Gambaran mengenai proses menuju teater konflik Perang Dunia I memuat peristiwa, antara lain:
Sebuah upaya dari Otto von Bismarck, Kanselir Jerman (1871–1890), dalam membangun jaring diplomatik internasional sebagai desain dari permainan politiknya untuk mengamankan Jerman. Aliansi ini bertujuan untuk menghambat ekspansi dari Kekaisaran Rusia.
Selain itu, aliansi ini juga didirikan sebagai dukungan Jerman terhadap Austria yang sedang berseteru dengan Kekaisaran Rusia, yang tengah mengupayakan ekspansi di Balkan.
Jaring diplomatik Otto von Bismarck, yang elemen kuncinya terletak di Triple Alliance menghubungkan antara Jerman, Austro–Hongaria, dan Italia.
Tujuan utama dari pembentukan aliansi ini adalah untuk terus mengisolasi Prancis, yang dikalahkan oleh Konfederasi Jerman Utara (Kerajaan Prusia) pada 1870 dalam seri Perang Franco-Prussia. Kesediaan Italia bergabung karena ambisinya atas Mediterania dan Afrika yang dikonfrontasi oleh Prancis.
Perjanjian dilakukan antara Jerman dan Kekaisaran Rusia, yang isinya keduanya berjanji akan bersikap netral jika salah satu terlibat perang dengan salah satu kekuatan besar Eropa, yaitu Britania Raya dan Prancis.
Kehadirannya di atas singgasana pada 1888 telah mengubah situasi politik internasional secara drastis. Setelah dia memecat Otto von Bismarck pada 1890, Jerman mengeluarkan kebijakan internasional yang baru.
Hal ini terjadi bukan dikarenakan sang kaisar tergolong manusia haus darah yang selalu menginginkan perang. Namun, lebih kepada sikap inferiotasnya terhadap kekuasaan Britania Raya di kawasan kontinental sebagai penyangga keseimbangan kekuatan di Eropa.
Kaisar Wilhelm menjadikan Jerman sebagai raksasa ekonomi, militer, dan maritim di kawasan kontinental Eropa, sehingga dia harus berani membuat kebijakan Weltpolitik, yaitu suatu kebijakan yang lebih ambisius dan agresif dibandingkan kebijakan buatan Kanselir Bismarck.
Kebijakan itu pada akhirnya memicu reaksi defensif lebih cepat dari negara lain yang sebelumnya merasa terancam oleh kehadiran Jerman sebagai kekuatan baru di Eropa kontinental, yaitu Britania Raya. Selain itu, Britania Raya telah merancang skema lebih cepat untuk meruntuhkan Jerman melalui Perang Dunia I.
Kaisar Wilhelm II menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi setelah memecat Bismarck. Hal ini dipandang sebagai blunder dalam diplomasi.
Kesalahan fatal ini pun membuat Jerman gagal mengisolasi Prancis, yang beraliansi dengan Kekisaran Rusia setelahnya. Satu-satunya harapan aliansi Jerman adalah Austro-Hongaria.
Kebijakan agresif Kaisar Wilhelm II memicu penandatanganan perjanjian militer yang dibangun sebagai kerja sama militer saling menguntungkan melawan Jerman, yang sudah diprediksi oleh Otto von Bismarck, yaitu antara Kekaisaran Rusia dan Republik Prancis.
Hal ini dikarenakan kebodohan Kaisar Wilhelm II yang enggan memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Kekaisaran Rusia, padahal Kekaisaran Rusia sudah menawarkan perpanjangan kontrak dengan Wilhelm II, yang dimungkinkan akan mengamankan Jerman di front timur.
Prancis lantas merespons dengan cepat. Aliansi ini praktis mengakhiri sistem diplomatik yang didesain oleh Bismarck. Prancis pun telah keluar dari zona isolasi yang dirancang oleh Jerman melalui Triple Alliance.
Suatu kebijakan yang diterapkan oleh Britania Raya sejak hasil Kongres Wina yang membangun era Pax Britannica sebagai satu-satunya penguasa jalur maritim dan berlangsung antara 1860–1904. Istilah ini populer tahun 1891.
Britania Raya adalah kekuatan nonaliansi Eropa satu-satunya yang mampu menikmati keamanan sebagai negara pemilik armada laut terbesar di dunia yang terlindungi oleh hegemoninya atas laut karena posisinya sebagai negara maritim.
Britania Raya dan Jepang menandatangani perjanjian bahwa Jepang akan bersikap netral untuk mengkonter adanya kemungkinan ancaman Kekaisaran Rusia terhadap India (wilayah protektorat Britania Raya). Peristiwa ini menandai berakhirnya masa splendid isolation.
Perlombaan senjata laut antara Britania Raya dan Jerman.
Berkat hegemoni ekonomi, laut, dan kolonial, Britania Raya sejak lama tidak membutuhkan aliansi dengan negara-negara kekuatan besar di kawasan Eropa kontinental, yaitu antara tahun 1860–1904.
Istilah yang sangat umum saat itu adalah kebijakan splendid isolation yang diperkenalkan oleh Viscount Goschen, seorang First Lord of Admiralty (1871–1874, 1895–1900).
Britania Raya sudah mandiri secara ekonomi dan militer lantaran hegemoninya telah menggenggam seperempat dunia. Namun, kebijakan internasional Jerman, Weltpolitik, merupakan tantangan besar yang memaksa Britania Raya mencari dukungan internasional untuk mengukuhkan hegemoninya melalui perjanjian.
Selanjutnya, setelah menyelesaikan perselisihan terkait koloni dalam Insiden Fashoda yang memperebutkan Mesir dan Sudan (kawasan Sungai Nil), keduanya setuju menandatangani Entente Cordiale, yang mengawali periode aliansi Britania Raya–Prancis melawan agresi Jerman pada waktu mendatang (melalui propaganda Entente).
Prancis menerima hak penguasaan Britania Raya atas Sudan, sementara Britania Raya mengakui kontrol Prancis atas Maroko. Inisiasi Entente Cordiale dilakukan lantaran Britania Raya sudah mulai terancam hegemoninya di laut karena Jerman sudah mulai membangun armada laut.
Konflik ini dikenal dengan istilah Anglo-German Naval Arms Race (Perlombaan Armada Laut Britania Raya–Jerman).
Saat mengunjungi Tangier, Maroko, Kaisar Wilhelm II, menyatakan menentang kolonisasi Prancis di Maroko. Jerman kemudian mendesak kemerdekaan Maroko dari Prancis. Sementara itu, Britania Raya dan Italia mendukung dominasi Prancis di Maroko dan Tunisia.
Tantangan Jerman ini memicu diadakannya Konferensi Algeciras (1906) yang didukung oleh Britania Raya. Jerman di dalam konferensi ini terisolasi, sedangkan Prancis mendapatkan dukungan penuh dari Britania Raya. Entente Cordiale pun ada gunanya.
Pandangan Jerman yang mengintervensi kemerdekaan Maroko, yang notabene koloni Prancis, inilah yang membuat Britania Raya, Kekaisaran Rusia, dan Amerika Serikat memandang Jerman sebagai ancaman yang berpotensi menaklukkan Eropa.
Jika tidak segera diatasi dengan taktik diplomatik berupa encirclement (pengepungan untuk mengisolasi), Jerman mampu menjadi penguasa dunia.
Britania Raya dan Kekaisaran Rusia akhirnya menyepakati untuk menyudahi konflik teritorial mereka di kawasan Balkan dan Asia Tengah di bawah tekanan Prancis sebagai mediator. Perjanjian ini nantinya yang mengikat sempurna tiga kekuatan Eropa untuk menjalin satu kekuatan sebagai Triple Entente melawan Jerman dan Triple Alliance-nya.
Blok negara besar hegemoni Eropa ini nantinya lebih dikenal sebagai Allied Force (Blok Sekutu). Perjanjian ini ditandatangani di Paris.
Dengan memanfaatkan situasi yang sulit di dalam negeri Kekaisaran Turki Ottoman, serta banyaknya wilayah protektoratnya yang melepaskan diri satu per satu dan memerdekakan diri sebagai negara otonom, Austro-Hongaria menganeksasi Bosnia-Herzegovina.
Dikarenakan Jerman mendukung sekutunya, Kekaisaran Rusia terpaksa menyerah terhadap agresi Austro-Hongaria, serta tidak mau mengambil risiko dengan mundur dari tantangan yang dilayangkan oleh Austro-Hongaria.
Pada waktu itu, Britania Raya maupun Prancis di sisi lain tidak ada yang berniat mendukung Kekaisaran Rusia lantaran memungkinkan gerakan mereka akanmemicu konflik di kawasan Balkan, terlebih jika Kekaisaran Turki-Ottoman terprovokasi.
Ini adalah krisis internasional kedua yang terjadi di Maroko. Dengan mengirim kapal perang ke pelabuhan Agadir di Maroko, Jerman telah memicu krisis diplomatik, meskipun pada akhirnya dibuat perjanjian diplomatik yang mengakhiri krisis tersebut. Namun, Insiden Agadir ini telah menyulut konfrontasi antara Prancis dengan Jerman.
Dua Perang Balkan berturut-berturut yang melibatkan Turki Ottoman, Serbia, Yunani, Montenegro, dan Bulgaria berakhir dengan Perjanjian Bucharest tahun 1913. Perang itu menyebabkan pergeseran situasi di kawasan Balkan.
Wilayah Turki-Ottoman di Balkan pun semakin menyempit, sehingga disisihkan menjadi daerah kecil di sekitar Istanbul. Serbia (sekutu Kekaisaran Rusia dan pembela hak bangsa Slavia di wilayah Kekaisaran Austro-Hongaria) dilebur sebagai negara utama bangsa Slavia di kawasan itu.
Austro-Hongaria pun berkesimpulan bahwa pilihannya hanyalah perang yang mampu mencegah Serbia sebagai garda pemangku hak-hak rakyat Slavia untuk memberontak melawan hegemoni Kekaisaran Hansburg dari Austro-Hongaria, yang mendapat dukungan penuh dari bangsa Slavia raksasa, Kekaisaran Rusia.
Sebabnya, Kekaisaran Rusia akan mengintervensi tindakan Austro-Hongaria apabila menyerang Serbia. Kekaisaran Austro-Hongaria pun menunggu momen yang tepat agar bisa memicu perang antara Austro-Hongaria dan Kerajaan Serbia.
Pada 28 Juni 1914, Adipati Agung (Archduke) Franz Ferdinand, pewaris takhta Kekaisaran Austro-Hongaria, dibunuh seorang nasionalis Bosnia-Serbia dari organisasi teroris-nasionalis Serbia The Black Hand, bernama Gavrilo Princip.
Aksi yang dilakukan pemuda berusia 19 tahun ini berakibat fatal hingga memicu perang global. Desain buatan Raja Edward VII pun berjalan. Jalinan aliansi negara-negara super power Eropa telah menjalankan fungsi komitmennya sebagai konsekuensi diplomatik yang membawa insiden lokal ini menuju konflik global di Eropa dan dunia.
Sementara itu garis waktu dalam konflik awal tahun 1914 adalah sebagai berikut.
Garis Waktu Peperangan
Gambaran mengenai proses menuju teater konflik Perang Dunia I memuat peristiwa, antara lain:
Sebuah upaya dari Otto von Bismarck, Kanselir Jerman (1871–1890), dalam membangun jaring diplomatik internasional sebagai desain dari permainan politiknya untuk mengamankan Jerman. Aliansi ini bertujuan untuk menghambat ekspansi dari Kekaisaran Rusia.
Selain itu, aliansi ini juga didirikan sebagai dukungan Jerman terhadap Austria yang sedang berseteru dengan Kekaisaran Rusia, yang tengah mengupayakan ekspansi di Balkan.
Jaring diplomatik Otto von Bismarck, yang elemen kuncinya terletak di Triple Alliance menghubungkan antara Jerman, Austro–Hongaria, dan Italia.
Tujuan utama dari pembentukan aliansi ini adalah untuk terus mengisolasi Prancis, yang dikalahkan oleh Konfederasi Jerman Utara (Kerajaan Prusia) pada 1870 dalam seri Perang Franco-Prussia. Kesediaan Italia bergabung karena ambisinya atas Mediterania dan Afrika yang dikonfrontasi oleh Prancis.
Perjanjian dilakukan antara Jerman dan Kekaisaran Rusia, yang isinya keduanya berjanji akan bersikap netral jika salah satu terlibat perang dengan salah satu kekuatan besar Eropa, yaitu Britania Raya dan Prancis.
Kehadirannya di atas singgasana pada 1888 telah mengubah situasi politik internasional secara drastis. Setelah dia memecat Otto von Bismarck pada 1890, Jerman mengeluarkan kebijakan internasional yang baru.
Hal ini terjadi bukan dikarenakan sang kaisar tergolong manusia haus darah yang selalu menginginkan perang. Namun, lebih kepada sikap inferiotasnya terhadap kekuasaan Britania Raya di kawasan kontinental sebagai penyangga keseimbangan kekuatan di Eropa.
Kaisar Wilhelm menjadikan Jerman sebagai raksasa ekonomi, militer, dan maritim di kawasan kontinental Eropa, sehingga dia harus berani membuat kebijakan Weltpolitik, yaitu suatu kebijakan yang lebih ambisius dan agresif dibandingkan kebijakan buatan Kanselir Bismarck.
Kebijakan itu pada akhirnya memicu reaksi defensif lebih cepat dari negara lain yang sebelumnya merasa terancam oleh kehadiran Jerman sebagai kekuatan baru di Eropa kontinental, yaitu Britania Raya. Selain itu, Britania Raya telah merancang skema lebih cepat untuk meruntuhkan Jerman melalui Perang Dunia I.
Kaisar Wilhelm II menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi setelah memecat Bismarck. Hal ini dipandang sebagai blunder dalam diplomasi.
Kesalahan fatal ini pun membuat Jerman gagal mengisolasi Prancis, yang beraliansi dengan Kekisaran Rusia setelahnya. Satu-satunya harapan aliansi Jerman adalah Austro-Hongaria.
Kebijakan agresif Kaisar Wilhelm II memicu penandatanganan perjanjian militer yang dibangun sebagai kerja sama militer saling menguntungkan melawan Jerman, yang sudah diprediksi oleh Otto von Bismarck, yaitu antara Kekaisaran Rusia dan Republik Prancis.
Hal ini dikarenakan kebodohan Kaisar Wilhelm II yang enggan memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Kekaisaran Rusia, padahal Kekaisaran Rusia sudah menawarkan perpanjangan kontrak dengan Wilhelm II, yang dimungkinkan akan mengamankan Jerman di front timur.
Prancis lantas merespons dengan cepat. Aliansi ini praktis mengakhiri sistem diplomatik yang didesain oleh Bismarck. Prancis pun telah keluar dari zona isolasi yang dirancang oleh Jerman melalui Triple Alliance.
Suatu kebijakan yang diterapkan oleh Britania Raya sejak hasil Kongres Wina yang membangun era Pax Britannica sebagai satu-satunya penguasa jalur maritim dan berlangsung antara 1860–1904. Istilah ini populer tahun 1891.
Britania Raya adalah kekuatan nonaliansi Eropa satu-satunya yang mampu menikmati keamanan sebagai negara pemilik armada laut terbesar di dunia yang terlindungi oleh hegemoninya atas laut karena posisinya sebagai negara maritim.
Britania Raya dan Jepang menandatangani perjanjian bahwa Jepang akan bersikap netral untuk mengkonter adanya kemungkinan ancaman Kekaisaran Rusia terhadap India (wilayah protektorat Britania Raya). Peristiwa ini menandai berakhirnya masa splendid isolation.
Perlombaan senjata laut antara Britania Raya dan Jerman.
Berkat hegemoni ekonomi, laut, dan kolonial, Britania Raya sejak lama tidak membutuhkan aliansi dengan negara-negara kekuatan besar di kawasan Eropa kontinental, yaitu antara tahun 1860–1904.
Istilah yang sangat umum saat itu adalah kebijakan splendid isolation yang diperkenalkan oleh Viscount Goschen, seorang First Lord of Admiralty (1871–1874, 1895–1900).
Britania Raya sudah mandiri secara ekonomi dan militer lantaran hegemoninya telah menggenggam seperempat dunia. Namun, kebijakan internasional Jerman, Weltpolitik, merupakan tantangan besar yang memaksa Britania Raya mencari dukungan internasional untuk mengukuhkan hegemoninya melalui perjanjian.
Selanjutnya, setelah menyelesaikan perselisihan terkait koloni dalam Insiden Fashoda yang memperebutkan Mesir dan Sudan (kawasan Sungai Nil), keduanya setuju menandatangani Entente Cordiale, yang mengawali periode aliansi Britania Raya–Prancis melawan agresi Jerman pada waktu mendatang (melalui propaganda Entente).
Prancis menerima hak penguasaan Britania Raya atas Sudan, sementara Britania Raya mengakui kontrol Prancis atas Maroko. Inisiasi Entente Cordiale dilakukan lantaran Britania Raya sudah mulai terancam hegemoninya di laut karena Jerman sudah mulai membangun armada laut.
Konflik ini dikenal dengan istilah Anglo-German Naval Arms Race (Perlombaan Armada Laut Britania Raya–Jerman).
Saat mengunjungi Tangier, Maroko, Kaisar Wilhelm II, menyatakan menentang kolonisasi Prancis di Maroko. Jerman kemudian mendesak kemerdekaan Maroko dari Prancis. Sementara itu, Britania Raya dan Italia mendukung dominasi Prancis di Maroko dan Tunisia.
Tantangan Jerman ini memicu diadakannya Konferensi Algeciras (1906) yang didukung oleh Britania Raya. Jerman di dalam konferensi ini terisolasi, sedangkan Prancis mendapatkan dukungan penuh dari Britania Raya. Entente Cordiale pun ada gunanya.
Pandangan Jerman yang mengintervensi kemerdekaan Maroko, yang notabene koloni Prancis, inilah yang membuat Britania Raya, Kekaisaran Rusia, dan Amerika Serikat memandang Jerman sebagai ancaman yang berpotensi menaklukkan Eropa.
Jika tidak segera diatasi dengan taktik diplomatik berupa encirclement (pengepungan untuk mengisolasi), Jerman mampu menjadi penguasa dunia.
Britania Raya dan Kekaisaran Rusia akhirnya menyepakati untuk menyudahi konflik teritorial mereka di kawasan Balkan dan Asia Tengah di bawah tekanan Prancis sebagai mediator. Perjanjian ini nantinya yang mengikat sempurna tiga kekuatan Eropa untuk menjalin satu kekuatan sebagai Triple Entente melawan Jerman dan Triple Alliance-nya.
Blok negara besar hegemoni Eropa ini nantinya lebih dikenal sebagai Allied Force (Blok Sekutu). Perjanjian ini ditandatangani di Paris.
Dengan memanfaatkan situasi yang sulit di dalam negeri Kekaisaran Turki Ottoman, serta banyaknya wilayah protektoratnya yang melepaskan diri satu per satu dan memerdekakan diri sebagai negara otonom, Austro-Hongaria menganeksasi Bosnia-Herzegovina.
Dikarenakan Jerman mendukung sekutunya, Kekaisaran Rusia terpaksa menyerah terhadap agresi Austro-Hongaria, serta tidak mau mengambil risiko dengan mundur dari tantangan yang dilayangkan oleh Austro-Hongaria.
Pada waktu itu, Britania Raya maupun Prancis di sisi lain tidak ada yang berniat mendukung Kekaisaran Rusia lantaran memungkinkan gerakan mereka akanmemicu konflik di kawasan Balkan, terlebih jika Kekaisaran Turki-Ottoman terprovokasi.
Ini adalah krisis internasional kedua yang terjadi di Maroko. Dengan mengirim kapal perang ke pelabuhan Agadir di Maroko, Jerman telah memicu krisis diplomatik, meskipun pada akhirnya dibuat perjanjian diplomatik yang mengakhiri krisis tersebut. Namun, Insiden Agadir ini telah menyulut konfrontasi antara Prancis dengan Jerman.
Dua Perang Balkan berturut-berturut yang melibatkan Turki Ottoman, Serbia, Yunani, Montenegro, dan Bulgaria berakhir dengan Perjanjian Bucharest tahun 1913. Perang itu menyebabkan pergeseran situasi di kawasan Balkan.
Wilayah Turki-Ottoman di Balkan pun semakin menyempit, sehingga disisihkan menjadi daerah kecil di sekitar Istanbul. Serbia (sekutu Kekaisaran Rusia dan pembela hak bangsa Slavia di wilayah Kekaisaran Austro-Hongaria) dilebur sebagai negara utama bangsa Slavia di kawasan itu.
Austro-Hongaria pun berkesimpulan bahwa pilihannya hanyalah perang yang mampu mencegah Serbia sebagai garda pemangku hak-hak rakyat Slavia untuk memberontak melawan hegemoni Kekaisaran Hansburg dari Austro-Hongaria, yang mendapat dukungan penuh dari bangsa Slavia raksasa, Kekaisaran Rusia.
Sebabnya, Kekaisaran Rusia akan mengintervensi tindakan Austro-Hongaria apabila menyerang Serbia. Kekaisaran Austro-Hongaria pun menunggu momen yang tepat agar bisa memicu perang antara Austro-Hongaria dan Kerajaan Serbia.
Pada 28 Juni 1914, Adipati Agung (Archduke) Franz Ferdinand, pewaris takhta Kekaisaran Austro-Hongaria, dibunuh seorang nasionalis Bosnia-Serbia dari organisasi teroris-nasionalis Serbia The Black Hand, bernama Gavrilo Princip.
Aksi yang dilakukan pemuda berusia 19 tahun ini berakibat fatal hingga memicu perang global. Desain buatan Raja Edward VII pun berjalan. Jalinan aliansi negara-negara super power Eropa telah menjalankan fungsi komitmennya sebagai konsekuensi diplomatik yang membawa insiden lokal ini menuju konflik global di Eropa dan dunia.
Sementara itu garis waktu dalam konflik awal tahun 1914 adalah sebagai berikut.
Negara Klien dan Boneka Poros
Pihak Terlibat Blok Poros
Dampak Perang Dunia II terhadap Indonesia
Dampak Perang Dunia II juga dirasakan oleh pihak Indonesia. Hal ini diawali ketika Jepang memulai penjajahan di Indonesia sejak tanggal 8 Maret 1942. Masyarakat Indonesia dikerahkan untuk mendukung perang yang dilakukan oleh Jepang, yaitu Perang Asia Timur Raya.
Beberapa bidang yang terdampak di Indonesia meliputi:
Nah, itulah penjelasan singkat mengenai Sejarah Perang Dunia II. Grameds dapat mengunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com untuk memperoleh referensi tentang peristiwa tersebut.
Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk mempelajari tentang Sejarah Perang Dunia II agar dapat mempelajarinya secara penuh. Selamat membaca.
Temukan hal menarik lainnya di www.gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds.
Penulis: Fandy Aprianto Rohman
Negara Klien dan Boneka Poros
Penyebab Awal Perang Dunia II
Benito Mussolini (kiri) dan Adolf Hitler (kanan).
Salah satu faktor yang menyebabkan rangkaian peperangan tersebut adalah adanya pemikiran mengenai fasisme. Saat itu, tiga negara yang berideologi fasisme beraliansi dengan nama Poros Roma-Berlin-Tokyo (Italia, Jerman, dan Jepang).
Kendati memiliki perbedaan pedoman mengenai ideologi tersebut, tetapi semuanya mengarah kepada tindakan merendahkan bangsa lain. Hal inilah yang menyebabkan ketiganya berusaha untuk menduduki wilayah dari negara-negara lain.
Faktor kedua yang menyebabkan meletusnya Perang Dunia II adalah kebijakan Appeasement (politik asalkan kamu senang–red) dari Imperium Britania dan Prancis. Kebijakan ini mengibaratkan mereka mengalah terhadap tindakan-tindakan Jerman. Namun, upaya tersebut ternyata tidak cukup memberikan rasa puas kepada pihak Jerman.
Perang Dunia II dimulai ketika Jerman dengan prinsip fasisnya menginvasi Polandia tanggal 1 September 1939. Imperium Britania dan Prancis dengan terpaksa menyatakan perang dan menanggalkan prinsip mengalahnya tersebut.
Sejak saat itu, negara-negara lain juga mulai terlibat dalam pertempuran skala besar, karena Jerman semakin membabi buta ingin menguasai wilayah lain.
Namun, Jerman tidak hadir sendirian. Italia telah menjadi aliansinya sejak akhir 1936 hingga awal 1941, melalui serangkaian perjanjian. Lalu, diikuti dengan masuknya Jepang pada Desember 1941. Jepang bergabung dengan Blok Poros untuk menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik dan sebagian besar Pasifik Barat.
Ketiga negara itu kemudian terlibat perang melawan Blok Sekutu yang berjumlah lebih banyak, di antaranya adalah Imperium Britania, Prancis, Uni Soviet, Amerika Serikat, Pemerintahan Nasionalis Republik Tiongkok, Belanda, Polandia, dan beberapa negara lain yang memperoleh dampak dari pendudukan Blok Poros.
Secara terperinci, Perang Dunia II disebabkan oleh adanya dua faktor, yaitu umum dan khusus.